Rabu, 16 Oktober 2013

Kelemahan 1% Dari Cara Mengetahui Seserang Berbohong



Mungkin ini kelihatan sangat aneh. Dulu saya pernah posting tentang bagaimana cara mengetahui seseorang itu jujur atau bohong, tetapi sekarang saya posting tentang cara untuk berbohong. Ibaratnya saya memberi  vaksin, dan saya juga memberi virusnya.

Aaah, sudahlah. Saya memposting ini karena secara tidak sengaja menemukan kelemahan dari cara mengetahui seseorang bohong tersebut dan agar para pembaca juga tidak 100% percaya dan mengandalkan teori ini. YA! Ini adalah kelemahan yang hanya sekitar nol koma sekian persen tersebut. Oke langsung saja
           Kita sama-sama tau bahwa ada korteks antara ingatan dan imajinasi di otak manusia. Sebagian besar kita menggunakan korteks ingatan apa kita pernah mengalami situasi yang ditanyakan atau tidak (dalam kasus ini si penanya bertanya tentang kehidupan si lawan bicara).
Bagi yang sudah tau, pasti akan melihat kemana arah mata si lawan bicara bergerak. Ya kan? Tapi anda pernah berfikir apa dia benar-benar jujur atau hanya sekedar mengingat?
Masih bingung??? Begini teorinya.
Seseorang akan menggunakan korteks ingatannya untuk menjawab jujur, bukan korteks imajinasi. Lalu kenapa dia bisa kita katakan berbohong padahal saat anda melihat matanya dia menggunakan korteks ingatan?
Jawabannya sederhana. Dia sudah MENGINGAT kebohongan yang akan dikatakannya. Singkatnya, dia sudah merencanakan kebohongan tersebut.
Kenapa saya bisa mengatakan hal itu?
Coba anda pikirkan sejenak. Manusia berbohong menggunakan korteks imajinasi dan jujur menggunakan korteks ingatan. Jadi, jika sebelumnya orang tersebut sudah merencanakan suatu kebohongan, otomatis akan mengingat-ingat rencananya tersebut. Maka, saat sesorang bertanya, korteks ingatannya secara refleks mengeluarkan jawaban yang berupa INGATAN. Walaupun sesorang itu berbohong, tapi dia tetap mengingat.
Kurang lebih itulah kelemahan dari nol koma sekian persen dari Cara Mengetahui Lawan Bicara Berbohong atau Jujur.

0 komentar:

Posting Komentar